Rabu, 14 Juli 2010
Dua Puluh Tiga
Minggu malam,11 Juli 2010.
"Mau aku bacakan bagian menarik dalam buku ini?" kataku kepadamu sambil memperlihatkan cover buku tersebut kepadamu.
Aku ingat ketika itu badanmu sedang kurang sehat, maka jawabmupun seadanya;"mau".
Buku ini adalah hasil pencarian dari beberapa penerbit ketika Pameran buku terbesar saat itu di gelar di istora senayan.sebuah buku setebal lima ratus halaman yang ditulis oleh beberapa Sahabat seperti Rudy Badil, Luki Sutrisno Bekti dan Nessy Luntungan kepada seorang bernama Soe Hok Gie.
Topik yang melekat tentang Soe Hok Gie adalah pendakian gunung, demonstrasi mahasiswa,pergulatan seorang intelektual menentang tirani, juga beberapa puisi yang terkenal ketika dia menuliskan di lembah mandalawangi.
Buku ini mengupas lebih dalam sekumpulan kenangan rekan, sahabat, teman dekat Gie di masa itu, 40 tahun yang lalu Sosok Gie hadir dengan begitu mempesona, dalam tulisan-tulisan mengenai bangsanya, perjuangan hak kebebasan manusia tanpa syarat.seorang idealis yang murni, dengan perasaan keadilan yang tajam.
Aku membacakan untukmu satu bagian yang menarik, 23 lembar halaman surat yang ditulis oleh Kartini sjahrir kepada Soe Hok Gie selama periode Tahun 1968 (ketika perkenalan pertama ker, pangilan akrab kartini menjadi mahasiswa Gie) sampai dengan Tahun 2009, Melewati Fase tahun 1990an tulisan pada surat-suratnya terkesan memang dibuat untuk mendukung tulisan pada buku ini, karena semakin kelihatan jauh kenangan yang bersama Gie yang dapat di tuangkan.
Aku senang membacakan ini untukmu.
meski kadang kala aku harus sejenak diam, karena serak paraunya suaraku berbicara tanpa henti. Sesekali memberi jeda pada setiap kalimat supaya kau memahami setiap kalimat yang kubacakan.
Sesekali kuperhatikan kau memejamkan mata, atau seakan mengusap air mata dari matamu yang terpejam.
Ah, itulah kadang yang membuat aku begitu terpesona.
kadang kala kau menampilkan dirimu seperti anak kecil.
dengan kepolosan, dengan sensitivitas yang tinggi
kau mampu ikut terbawa pada alur yang aku bacakan.
Pada surat-surat "ker", kebenaran itu terjadi. sebuah babak yang diceritakan lebih dalam mengenai hubungan Ker dengan Gie.
ketika ketabahan seorang Ker menerima curhat-curhat sentimentil Gie tantang gadis dambaannya. Bagaimana akhirnya ketika persahabatan itu menjadi rasa cinta yang terus berkembang,berusaha menyikapi beratnya sebuah hubungan dengan mengacu pada kalimat " we are only friend", tentang ketabahan seorang ker menerima sebuah kehilangan dari orang yang di cintainya, Gie yang meninggal dalam pelukan hangat sahabat seperti herman lantang di dataran tertinggi di jawa.di Puncak Gunung Semeru, jawa timur.
Ya, berasal dari puncak semeru itulah rasa kehilangan yang sangat besar menyelimuti hati ker. setelah kurun waktu kemudian, ker akhirnya menikah dengan "ciil", sapaan akrab dari sjahrir, teman pergerakan Gie pada zaman awal Orde Baru dan mendampingi hidupnya selama kurang lebih 40 tahun, dan akhirnya lagi-lagi ker harus menerima kehilangan untuk kedua kali terhadap orang yang di cintainya.
Desember 1969 dan Juli 2008 adalah waktu yang tidak memberikan tengang untuk Ker menerima kenyataan yang sangat pahit dalam hidupnya.
Seperti kisah cinta segitiga yang rumit antara Gie, Ker dan Ciil namun sangat mengagumkan, karena ada ketabahan, empati dan rasa cinta yang tulus.
Setelah akhirnya memasuki lembar akhir, aku hanya berharap....apapun yang telah terjadi, diantaranya masa-masa seperti ini, ketika aku membacakan engkau 23 lembar halaman surat ker pada buku ini, kita dapat mengingat jelas kejadian yang pernah kita alami,sampai usia kita menapaki dan melewati lebih dari 40 tahun kemudian.
sama seperti surat-surat dari ker yang di tulis 40 tahun yang lalu yang kini dapat dipublikasikan menjadi bagian dari buku "Soe Hok Gie, sekali lagi".
Beth
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar